Bendera Simbol Buddhis, Sejarahnya dan Asal Usul

 


Bendera Buddhis berasal dari negara Sri Lanka, dan pertama kali diciptakan pada tahun 1885. Tujuan utama penciptaannya adalah sebagai simbol persatuan umat Buddha dari berbagai tradisi dan aliran, dan untuk merayakan kebangkitan kembali agama Buddha di Sri Lanka, yang saat itu tengah mengalami kebangkitan setelah masa kolonial.

Agama Buddha di Sri Lanka memang pernah mengalami penindasan akibat penjajahan Portugis, Belanda, dan Inggris.

Sekelompok umat Budha dan reformis, termasuk kolonel Henry Steel Olcott, seorang pensiunan kolonel angkatan darat amerika di Sri Lanka yang menjadi tokoh penting dalam kebangkitan buddhisme di Sri Lanka.

Ia bekerjasama dengan para bhikku lokal untuk menghidupkan kembali ajaran Buddha. Dalam konteks ini, mereka merancang sebuah bendera untuk menjadi simbol identitas dan kebanggaan Buddhis.

di Bulan mei 1880, desain bendera itu mulai dibuat oleh komite bendera buddhis kolombo, yang terdiri dari umat awam dan Bhikku. Henry Steel Olcott yang sudah menjadi buddhis membantu menyempurnakan bentuk final mempromosikannya ke negara negara lain.

Pada tahun 1952, World Fellowship of Buddhist (WFB) secara resmi menerima bendera ini sebagai bendera simbol Buddhis Internasional.

Sekarang bendera ini digunakan secara luas di negara-negara mayoritas Buddhis seperti Thailand, Myanmar, Kamboja, Laos, Jepang, Korea, Nepal, hingga negara-negara barat.

Bendera Buddhis terdiri dari enam warna, yang konon melambangkan aura tubuh Buddha setelah ia mencapai pencerahan:

Biru = cinta kasih universal dan kedamaian
Kuning = jalan tengah dan keseimbangan
Merah = Berkah dan keberanian
Putih = kemurnian dan pembebasan
Oranye = kebijaksanaan Buddha
Warna keenam (pelangi vertikal) = perpaduan kelima warna, simbol persatuan umat Buddha dari berbagai bangsa dan aliran tradisi.

Memang dalam teks Buddhis tertentu disebutkan bahwa Buddha memancarkan cahaya dari tubuhnya.

Namum konsep enam warna aura spesifik (biru, kuning, merah, putih, oranye, dan campuran) tidak berasal langsung dari Kanon Pali (Tripitaka) atau Sansekerta, melainkan interpretasi dan simbolisme modern, terutama di Sri Lanka pada abad ke-19.

LihatTutupKomentar