Phra Kao Na Maha Setthi Nawagot dari LP Thongdam

 



#617

Phra Kao Na Maha Setti Nawagoth

Luang Pu Thongdam Inthawongso

Wat Tham Tapian Thong, Lopburi Province

Tahun BE 2563 (23 Agustus 2020)


Phra Maha Setthi, yang sering disebut sebagai Phra Kao Na atau Nine Face Buddha, memiliki sembilan wajah (kepala) dalam representasinya. Ini berbeda dari Phra Phrom (Brahma Empat Wajah) yang umumnya memiliki empat wajah. Phra Maha Setthi melambangkan sembilan orang kaya (setthi) yang mendukung agama Buddha pada zaman Buddha Gautama, dan diyakini membawa keberuntungan, kekayaan, serta keharmonisan bagi yang memujanya.

Nama-nama Buddha 9 wajah:

1. Thananchai, (Pali: Dhananjaya) yang menganugerahkan rasa hormat dan superioritas kepada para pengikutnya.

2. Yutsa (Pali: Yasa) yang

 memberkati kita dengan kesuksesan dalam segala hal, dan menumbuhkan persatuan dalam hati dan pikiran orang-orang di sekitar kita.

3. Sumana (Pali: Sumana) yang menganugerahkan kita kecerdasan.

4. Chatisatsa (Pali: Jati Kassa) yang membawa kita kemakmuran dan keberuntungan.

5. Anata Binthika (Pali: Anathapindika) yang membantu kita dalam kemajuan hidup.

6. Maenathaka (Pali: Mendaka) yang memberkati kita dengan kekayaan materi dan keberuntungan.

7. Chotika (Pali: Jotika) yang menganugerahkan Metta dan daya tarik

8. Sumangkala (Pali: Sumangala) yang membina kehidupan yang stabil dan damai bagi semua

9. Manthatu (Pali: Mandathu/ Mandatha) yang membantu Anda dalam kemajuan karier dan pencapaian



LP Thongdam adalah Mantan guru besar terkenal dari Wat Tham Thapian Thong, Provinsi Lopburi, murid dari Luang Phor Mum (Sisaket) dan Luang Pu Toh (Wat Pradoochimplee, Bangkok).

Beliau adalah murid langsung dari Luang Phor Mum, Wat Prasat Yoe, Sisaket, serta pernah mengikuti banyak upacara Buddhis penting dan bertemu dengan Luang Pu Toh dari Wat Pradoochimplee di Bangkok. Karena rasa hormat, beliau memohon menjadi murid dan menerima banyak pengetahuan darinya, sehingga dikenal sebagai salah satu pewaris keilmuan Luang Pu Toh. Namanya terkenal luas karena keahliannya dalam ilmu sakral, hingga dijuluki “Dewa Ladang Bunga Matahari”.

Pada usia 22 tahun, beliau ditahbiskan sebagai bhikkhu di Wat Samo, Prang Ku, Sisaket, dengan Phra Khru Wirunlathammakit sebagai upajjhaya, Phra Ajarn Ngao sebagai kammawajacharn, dan Phra Ajarn Pho sebagai anusavanacharn. Setelahnya, beliau giat mempelajari Tipitaka, lulus ujian Dhamma tingkat Tribhumi dan Thoh.

Kemudian beliau mendalami ilmu sakral dari Luang Phor Mum, Wat Prasat Yoe Nuea, Sisaket. Awalnya, Luang Phor Mum tidak langsung mengajarkan ilmu, karena ingin melihat sifat murid. Namun setelah yakin, beliau diajarkan berbagai pengetahuan dan berlatih bersama bertahun-tahun. Selanjutnya, beliau juga belajar dengan Phra Ajarn Thongsuk, Wat Ban Phet, seorang guru terkenal dalam ilmu sakral dan ahli tato sak yant, yang memberinya manuskrip serta mengajarkan meditasi vipassana.

Beliau pernah menjabat sebagai abbot di Wat Prasat Channgo selama hampir 12 tahun, hingga berhasil membangun dan memajukan wihara. Setelah itu, beliau bertudong (berkelana) ke Ubon Ratchathani dan bertemu Phra Ajarn Hom, seorang praktisi meditasi yang hebat, lalu berguru padanya selama satu masa vassa. Dari beliau, Luang Pu Thongdam menerima manuskrip suci Phra Thamma Kao Kot, yang dihapal hingga luar kepala.

Perjalanan tudong beliau berlanjut melewati banyak provinsi di Isan hingga tiba di Nakhon Ratchasima, Saraburi, dan akhirnya Lopburi. Beliau kemudian menetap di depan gua Phra Narai Khao Wong. Awalnya masyarakat tidak memperhatikan, tetapi kemudian ada warga yang mulai membawa makanan. Seorang penduduk miskin yang rajin merawat beliau pernah menerima takrut dari Luang Pu, dan ketika orang tersebut diserang, ia tidak terluka. Berita ini menyebar, sehingga banyak warga datang memohon takrut darinya.

Seiring waktu, nama Luang Pu Thongdam semakin dikenal luas. Banyak orang dari berbagai daerah datang untuk memohon berkah, meminta jimat, maupun mendengar ajarannya. Akhirnya, beliau diundang untuk menjadi kepala biara di Wat Tham Thapian Thong, Provinsi Lopburi. Sebagai abbot, beliau sangat berjasa dalam pembangunan dan pengembangan wihara—baik perbaikan gedung, tempat ibadah, maupun kegiatan keagamaan—hingga wihara tersebut menjadi pusat spiritual penting bagi masyarakat sekitar.

Selain terkenal karena kemampuan ilmu sakralnya, Luang Pu Thongdam juga dikenal sebagai seorang bhikkhu yang disiplin dalam praktik dhamma. Beliau selalu menekankan pentingnya meditasi, doa, serta menjaga moralitas. Nasihat yang kerap beliau sampaikan sederhana namun mendalam: “Lakukan kebaikan, berpikir positif, dan berpegang teguh pada Tiga Permata, maka hidup akan tenteram.” Karena itu, beliau mendapat penghormatan tinggi dari masyarakat umum maupun para murid di seluruh negeri.

Sepanjang hidupnya, beliau juga menciptakan berbagai amulet dan benda sakral—seperti takrut, patung kecil, dan jimat dalam bentuk berbeda—yang kemudian dikenal luas karena banyaknya pengalaman nyata dari para pemiliknya. Koleksi tersebut kini menjadi benda langka dan bernilai tinggi di kalangan kolektor dan umat yang mempercayainya.

Luang Pu Thongdam wafat pada 17 Januari 2024 pukul 17.12, dalam usia 92 tahun. Wafatnya beliau menjadi kehilangan besar bagi dunia spiritual Thailand. Namun demikian, ajaran, keteladanan, dan ilmu sakralnya tetap hidup di hati para murid dan umat yang setia menghormatinya.

Pada tahun 1969 (พ.ศ. 2512), keluarga Ny. Phisamai Sae-Bang melihat praktik dan cara hidup Luang Pu Thongdam ketika beliau masih tinggal di depan Gua Phra Narai Khao Wong, Provinsi Lopburi. Mereka terkesan dengan kebajikan beliau sehingga mengundang beliau untuk menetap di sana, karena tempat itu sangat tenang dan cocok untuk praktik meditasi vipassana.

Setibanya di sana, warga desa bersama keluarga Ny. Phisamai membangun sebuah pondok kecil di depan Gua Thapian Thong. Sebelumnya, masyarakat tidak tahu bahwa ada gua di situ, hanya mendengar kabar ada harta karun dan roh jahat. Setelah beliau tinggal, Luang Pu bersama warga membersihkan semak belukar, dan ada seorang bhikkhu lain yang ikut mendampingi beliau.

Suatu malam, beliau bermimpi bahwa tempat itu menyimpan harta karun dan ada kekuatan suci di dalam gua. Saat sedang bermeditasi sambil berjalan (cankama), roh jahat sering datang mengganggu. Beliau lalu berkata kepada roh tersebut: “Saya datang ke sini untuk membangun wihara, bukan untuk mengambil harta benda apa pun.” Setelah itu roh jahat tersebut pun pergi dan tidak mengganggunya lagi.

Ketika pembangunan wihara sudah berjalan, ada warga yang datang meminta benda sakral. Saat itu Luang Pu hanya membuat takrut tunggal untuk diberikan. Beliau kemudian juga mulai menuliskan tinta sak yant (tattoo sakral) kepada warga maupun orang-orang yang datang dari jauh.

Di antara mereka, ternyata ada banyak perampok dan penjahat yang sedang dicari oleh pihak berwenang. Hal ini membuat Gubernur Lopburi pada masa itu datang memohon agar beliau berhenti melakukan tato sak yant, karena para penjahat tersebut sulit ditangkap. Luang Pu sendiri tidak mengetahui bahwa mereka adalah buronan. Sejak saat itu, beliau berhenti total melakukan tato sak yant.

Sebagai gantinya, beliau membuat baju yant dan kain yant untuk diberikan kepada para tentara yang dikirim berperang di perbatasan. Setelah selesai bertugas, para tentara itu datang kembali menghaturkan terima kasih karena selamat dari bahaya berkat baju yant yang diberikan oleh beliau.

Sebelum tahun 1977 (BE 2520), beliau sempat memohon menjadi murid Luang Pu Toh, Wat Pradoochimplee, Bangkok, untuk belajar darinya dalam beberapa waktu. Setelah itu beliau pergi berlatih meditasi vipassana di Wiwek Asrom, Provinsi Chonburi, selama beberapa bulan hingga mencapai 16 tingkatan kesadaran langit dan 16 tingkatan bumi. Kemudian beliau kembali melakukan perjalanan tudong di berbagai daerah: pesisir timur, Isan, wilayah tengah, dan utara Thailand.

Antara tahun 1977–1981 (พ.ศ. 2520–2524), Luang Pu Thongdam sering diundang mengikuti upacara phutthaphisek (pemberkatan) pembuatan amulet di Bangkok.

Benda sakral (amulet) pertama yang beliau ciptakan di Wat Tham Thapian Thong dibuat pada tahun 1977 (BE 2520), hanya terdiri dari 2 jenis: Phra Somdej Ngiw Dam dan Nang Phaya Ngiw Dam. Sementara itu, koin amulet pertamanya baru dicetak pada tahun 1980 (BE. 2523), saat wihara masih berupa hermitage (samnak song).

Setelah itu, pembuatan amulet sempat terhenti lama hingga tahun 2002 (BE 2545), ketika beliau kembali menciptakan amulet untuk menggalang dana pembangunan ubosot, kuti, dan fasilitas wihara lainnya. Amulet resmi tahun 2002 adalah Roon Maha Amnat – Maha Metta – Maha Niyom (Generasi Pertama), kemudian disusul oleh Roon Yod Khun Phon Trimass 45 (Generasi Kedua), lalu Khun Phaen Chao Sap – Chao Sanae (Generasi Ketiga), dan masih banyak generasi lainnya hingga akhir hayat beliau.

Amulet-amulet karya Luang Pu Thongdam terkenal dan diyakini memiliki kekuatan spiritual yang lengkap di segala aspek, sehingga menjadi buah bibir luas di kalangan umat dan kolektor.

source: 1, 2, 3


LihatTutupKomentar