Rian Dari Bhikku Jinadhammo alias Bhante Jin, Biksu Paling Terkenal Indonesia

 






#580

YM Bhikku Jinadhammo Mahathera (Chaokun Videsadhammanana)
Sebutan alternatif: Phra Kru Jinadhammo, Bhante Jin, Eyang
Tujuan: Memperingati 48 Vassa 
Tahun: BE 2561 (2017)

Amulet koin rian ini dalam rangka Perayaan 48 Tahun pengabdian Bhante Jinadhammo Mahathera pada tanggal 4 November 2017 , dengan bertema "Menjunjung Tinggi Persatuan dalam Perbedaan”, dan sub tema "Kemajemukan dalam Kebersamaan". Termasuk casing logam warna emas.

Perayaan 48 tahun pengabdian Bhante Jinadhammo menjadi kesempatan berharga umat Buddha untuk dapat melaksanakan kebajikan dalam mendukung Sangha dalam perkembangan Buddha Dhamma.

YM. Bhikkhu Jinadhammo Mahathera merupakan Bhikkhu Theravada paling senior di Indonesia yang sudah melewati 53 vassa dan selama pengabdiannya sangat disayangi dihormati, dikagumi oleh umat Buddha karena hidup dengan kesederhanaan dan keteguhan dalam prinsipnya.
Kebanyakan umat Buddha menyebut YM. Bhikkhu Jinadhammo Mahathera dengan sebutan “Eyang”.

Y.M. Bhante Jinadhammo Mahathera ditahbiskan sebagai upasaka oleh Y. M. Bhante Ashin Jinarakkhita yang dikenal dengan panggilan Sukong, kemudian sering mendampinginya berkeliling Sumatra, dan wilayah Indonesia lainnya. Sukong merupakan orang Indonesia pertama yang ditahbiskan menjadi bhikkhu setelah 500 tahun runtuhnya kerajaan Majapahit saat ia ditahbiskan pada tahun 1953 yang banyak berperan dalam perkembangan Buddhis di Indonesia di masa masa awal.

Setelah mengabdi selama tiga tahun di Sumatra. Ia berlatih Vippassana-Bhavana intensif di bawah bimbingan langsung Y.M. Bhante Ashin Jinarakkhita bersama dengan puluhan peserta lain dengan disiplin yang ketat dan keras.

Bhante Jinadhammo adalah salah satu dari lima bhikkhu yang pertama kali diupasampada (ditahbiskan) tanggal 08 Mei 1970 oleh Phra Sasana Sobaṇa selaku Upajjhaya (Somdet Phra Nyanasamvara, Sangharaja Thailand ke-19).

Salah satu buah dari rajinnya Beliau mengunjungi berbagai daerah di Riau adalah berdirinya Vipassana Centre di Pulau Moro, yang saat ini justru banyak dimanfaatkan orang Singapura untuk melatih diri karena pulau tersebut memang dekat dengan Singapura.

Kehidupan Awal

Nama aslinya adalah Soenardi. Soenardi kecil hidupnya sering sakit-sakitan dan berpindah pindah mengikuti keluarganya karena pada waktu itu masih suasana perang melawan penjajah di daerah Jawa.  
Pada tahun 1960 Soenardi bertemu dengan Bhikkhu Ashin Jinarakkhita di Bandung dengan belajar paritta-paritta suci dan Buddha Dhamma yang mendalam dan sering ditunjuk menjadi pemimpin kebaktian (Upacarika), untuk mahasiswa-mahasiswi di Vihara Vimala Dharma Bandung, dari kesempatan itu Soenardi mulai bergabung dalam organisasi agama Buddha di Bandung tahun 1962.

Setelah kurang lebih satu tahun di Bandung, Ia ditugaskan Bhikkhu Ashin Jinarakkhita untuk mengembangkan Buddha Dharma di wilayah Sumatera khususnya Medan, Padang dan Pekanbaru.

Dalam kesehariannya Sunardi dengan puluhan peserta lainnya berlatih Vippassana-Bhavana secara intensif di bawah bimbingan langsung Bhikkhu Ashin Jinarakkhita, dan ditahbis sebagai upasaka dan sering mendampingi Bhikkhu Ashin Jinarakkhita berkeliling Sumatera, bahkan Indonesia. Sunardi ditahbiskan menjadi Samanera (calon Bhikkhu) oleh Bhikkhu Ashin Jinarakkhita dengan nama Dhammasushiyo.

Akhirnya Samanera Dhammasushiyo mengambil keputusan untuk menjadi seorang Bhikkhu. Dia diupasampada tradisi Theravada dengan nama Bhikkhu Jinadhammo, bersama dengan empat orang samanera lain. Upacara upasampada dilakukan di Candi Borobudur, bertepatan dengan hari Vesakha Puja, tanggal 08 Mei 1970. Penabhisan kelima samanera menjadi Bhikkhu tersebut dilakukan oleh Ven Chaukun Sana Sobhana (Wakil Sangharaja Tailand waktu itu dan kemudian menjadi Sangharaja).

Segera setelah diupasampada Bhikkhu Jinadhammo berangkat ke Bangkok Thailand untuk belajar pendalaman Agama Buddha khususnya pelajaran vinaya dan berlatih meditasi pada para Bhikku yang ahli seperti guru meditasi termasyur Ajan Boowa di Vihara hutan Udonthani.

Setelah sekitar tiga tahun, Bhikkhu Jinadhammo kembali ke Indonesia dan bertugas untuk membina Umat Buddha di Pulau Sumatra dan bermukim di Vihara Borobudur Medan.

Karena rumah ibadah agama Buddha masih jarang, Bhikkhu Jinadhammo mulai membangun vihara dan cetiya di wilayah Sumatera dan sering diminta umat untuk mengirim tenaga pengajar agama Buddha baik di vihara maupun di sekolah dengan mendatangkan tenaga guru dari pulau Jawa agar dapat memberikan pelayanan kepada umat Buddha.

Dalam pengabdiannya, Bhikkhu Jinadhammo dikenal sebagai sosok non-sekterian. Meski tercatat sebagai salah satu senior di Sangha Agung Indonesia, Ia juga menjadi penasihat Cetiya Maha Sampatti dan Vihara Maha Sampatti yang berada di bawah naungan Sangha Theravada Indonesia. Bhikkhu Jinadhammo juga sering memberi ceramah dan menghadiri perayaan hari besar Agama Buddha di vihara-vihara Mahayana.

Pengabdian Bhante Jinadhammo dalam memperjuangkan Dhamma ajaran Buddha di terutama pada wilayah Sumatera telah berhasil. Adapun dalam kurun waktu antara tahun 2013 sampai 2016, pemerintah Thailand dan Myanmar telah memberikan gerlar melalui Samangama Mahathera yang merupakan komite Sangha di Thailand. Gelarnya yaitu, Phra Khru Buddhadhammaprakat pada 08 Januari 2013 di Thailand, Aggamahā Saddhamma Jotikkadhāja 26 Maret 2013 di Myanmar dan Choukun Videsadhammañana 5 Desember 2016 di Thailand.

Gelar tersebut sebagai bukti beliau merupakan putra bangsa Penyebar Buddha Dhamma yang diberikan atas jasa-jasanya dalam mengembangkan Agama Buddha di Indonesia.

Pelatihan Keras di Thailand

 Dia pernah berdiam sekitar 2 tahun di Wat Bowonniwet, Thailand, yang merupakan pusat pembelajaran Dhamma tradisi Thammayut Nikaya, untuk belajar Dhamma di bawah bimbingan guru-guru yang ada di sana. Dia mengkhususkan diri pada pelajaran Vinaya dan berlatih meditasi di bawah bimbingan guru yang keras. Setelah itu, Dia mulai mengunjungi beberapa tempat meditasi yang terkenal ketat di Thailand. Dia berlatih meditasi di Wat Pa Baan Taad, Udon Thani, Timur Laut Kota Bangkok, yang merupakan tempat meditasi hutan yang didirikan oleh Ajahn Maha Boowa Nanasampanno.
Setelah sekitar tiga tahun, Bhikkhu Jinadhammo kembali ke Indonesia dan bertugas untuk membina Umat Buddha di Pulau Sumatra. Ia bermukim di Vihara Borobudur, Medan.





LihatTutupKomentar