๐ธ[Kasus Besar] Sejumlah Biksu Terlibat Asusila Dengan Nona Golf!! Mengguncang Seluruh Thai!
Thailand kembali diguncang skandal besar yang mencoreng institusi keagamaan Buddha, yang dihormati oleh lebih dari 90% penduduknya. Seorang perempuan berusia 35 tahun bernama Wilawan Emsawat, yang lebih dikenal dengan julukan "Sika Golf" atau "Nona Golf," ditangkap polisi karena diduga melakukan hubungan seksual dengan sejumlah biksu senior, merekam aksi tersebut, dan menggunakannya untuk memeras mereka. Skandal ini tidak hanya menguak pelanggaran aturan selibat dalam ajaran Buddha Theravada, tetapi juga menyoroti penyalahgunaan dana kuil dan lemahnya pengawasan dalam institusi kebiksuan di Thailand.
Awal Mula KasusKasus ini pertama kali mencuat pada pertengahan Juni 2025, ketika polisi Thailand mencatat kepergian mendadak (lepas jubah kembali ke kehidupan sekuler, kemudian menghilang kabur ke Laos) seorang kepala biara ternama dari Wat Tri Thotsathep Worawihan di Bangkok, yang kemudian diidentifikasi sebagai Biksu Wachirapamok. Kepergiannya yang misterius memicu kecurigaan pihak berwenang, yang kemudian menemukan bahwa ia telah menjadi korban pemerasan oleh Wilawan Emsawat. Menurut laporan polisi, Wilawan mengaku hamil dari hubungannya dengan biksu tersebut pada Mei 2024 dan menuntut tunjangan anak sebesar 7,2 juta baht (sekitar Rp3,6 miliar). Polisi kemudian mengungkap bahwa pola pemerasan ini juga menjerat biksu lain, dengan Wilawan menggunakan foto dan video intim sebagai alat untuk memaksa para biksu membayar sejumlah besar uang.
Penyelidikan lebih lanjut mengungkap bahwa Wilawan telah menjalin hubungan intim dengan setidaknya sembilan biksu senior, termasuk kepala biara dari kuil-kuil ternama di berbagai provinsi. Dalam kurun waktu tiga tahun, ia diduga mengumpulkan sekitar 385 juta baht (setara Rp171 miliar) dari para korbannya, sebagian besar diambil dari dana sumbangan kuil. Sebagian besar uang tersebut dilaporkan digunakan untuk judi daring, sementara sisanya ditarik tunai.
Bukti Mengejutkan dari PenggeledahanPada 4 Juli 2025, Kepolisian Kerajaan Thailand, bersama Biro Investigasi Kriminal (CIB) dan Divisi Pemberantasan Korupsi (ACD), menggeledah rumah Wilawan di Provinsi Nonthaburi, utara Bangkok. Hasilnya mengejutkan: polisi menyita lima ponsel yang berisi lebih dari 80.000 foto dan video intim yang melibatkan puluhan biksu senior dari berbagai kuil ternama. Selain itu, ditemukan pula foto-foto biksu yang dipajang di dinding rumahnya, menunjukkan kedekatan Wilawan dengan komunitas kebiksuan. Bukti ini memperkuat dugaan bahwa Wilawan menjalankan "modus operandi" untuk merayu dan memeras para biksu.
Menurut Kolonel Polisi Anek Taosuparp, Wakil Komandan Divisi Penindakan Kejahatan Thailand, Wilawan kerap mendekati para biksu dengan berpura-pura sebagai sosialita kaya raya atau "sika" (sebutan untuk perempuan yang sering berkunjung ke kuil dan dekat dengan biksu). Ia menggunakan taktik rayuan untuk membangun kepercayaan sebelum merekam hubungan intim dan menggunakannya sebagai alat pemerasan. Polisi juga menemukan bahwa Wilawan memiliki tiga anak berusia 6 hingga 13 tahun, yang didaftarkan dengan nama kerabat sebagai ayah, meskipun ia mengklaim anak-anak tersebut berasal dari hubungannya dengan beberapa biksu.
Dampak pada Institusi KeagamaanSkandal ini telah mencoreng wibawa institusi Buddha di Thailand, yang selama ini dianggap sebagai pilar moral masyarakat. Setidaknya 15 biksu diketahui terlibat dengan Wilawan, dengan 10 di antaranya, termasuk kepala biara dari Provinsi Phitsanulok, memilih meninggalkan status kebiksuan mereka. Sembilan biksu senior lainnya telah dikeluarkan dari kehidupan monastik, dan pakaian suci mereka dilucuti. Raja Thailand, Maha Vajiralongkorn, mengambil langkah tegas dengan mencabut gelar kehormatan 81 biksu melalui dekrit kerajaan yang diterbitkan pada 15 Juli 2025. Keputusan ini mencakup 77 biksu yang kehilangan sertifikat kebiksuannya dan empat biksu yang sebelumnya dipromosikan pada Juni 2025. Dalam pernyataan resmi, Raja menyatakan bahwa tindakan para biksu tersebut "telah sangat merusak semangat dan kepercayaan umat Buddha."
Skandal ini juga menyoroti masalah pengelolaan dana donasi kuil. Penyelidikan menemukan bahwa banyak biksu menggunakan dana sumbangan umat untuk membayar tuntutan Wilawan, termasuk kasus di Wat Chujit Thammaram di Ayutthaya, di mana mantan kepala biara, Phra Theppatcharaporn, mentransfer sekitar 13 juta baht (Rp6,5 miliar) ke Wilawan. Bahkan, satu kuil di wilayah utara dilaporkan kehilangan seluruh saldo rekeningnya karena praktik ini. Total dana kuil di seluruh Thailand diperkirakan mencapai lebih dari 11 miliar dolar AS, namun lemahnya pengawasan membuat dana ini rentan disalahgunakan.
Reaksi Publik dan Tuntutan ReformasiSkandal ini memicu kemarahan dan kekecewaan di kalangan umat Buddha di Thailand dan dunia. Banyak masyarakat mulai mempertanyakan akuntabilitas dan disiplin dalam lembaga Sangha, badan pengatur kebiksuan Thailand. Pakar agama Suraphot Thaweesak menyebut hierarki ketat dalam sistem kebiksuan sebagai salah satu akar masalah. "Sistemnya otoriter, mirip birokrasi Thailand, di mana biksu senior seperti pejabat tinggi dan biksu junior sebagai bawahan. Ketika mereka melihat sesuatu yang tidak pantas, mereka tidak berani bicara karena mudah disingkirkan dari kuil," ujarnya kepada BBC Thai.
Dewan Tertinggi Sangha merespons dengan membentuk komite khusus untuk meninjau ulang peraturan monastik, sementara pemerintah mendorong penerapan hukuman lebih berat, termasuk denda dan penjara, bagi biksu yang melanggar aturan selibat. Perdana Menteri sementara Thailand, Phumtham Wechayachai, berjanji mengambil tindakan tegas untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap institusi keagamaan. Polisi juga membuka saluran pengaduan masyarakat untuk melaporkan "biksu yang berperilaku buruk," sebagai bagian dari upaya pembersihan.
Namun, beberapa pihak melihat penyelidikan ini sebagai langkah awal menuju reformasi yang telah lama ditunggu. Prakirati Satasut, pakar sosiologi dari Universitas Thammasat, Bangkok, menyatakan, "Yang penting adalah mengungkap kebenaran agar publik bisa menghilangkan keraguan mereka apakah Sangha benar-benar tidak bersalah. Ini tergantung pada apakah Dewan Tertinggi Sangha bersedia memotong sebagian tangan dan kaki demi menyelamatkan tubuh organisasinya."
Riwayat Skandal Keagamaan di ThailandSkandal "Nona Golf" bukanlah yang pertama mencoreng institusi Buddha di Thailand. Pada 2017, biksu kontroversial Wirapol Sukphol menjadi sorotan internasional karena gaya hidup mewahnya dan tuduhan pelanggaran seksual, penipuan, dan pencucian uang. Ia divonis 114 tahun penjara, meskipun hanya menjalani maksimal 20 tahun sesuai hukum Thailand. Pada 2022, sebuah kuil di Provinsi Phetchabun kehilangan seluruh biksunya setelah mereka ditangkap dalam penggerebekan narkoba. Kasus-kasus ini memperlihatkan tantangan berulang dalam menjaga disiplin dan akuntabilitas dalam institusi kebiksuan.
Jerat Hukum untuk Wilawan EmsawatWilawan kini ditahan di Biro Investigasi Pusat Bangkok dan menghadapi sejumlah dakwaan berat, termasuk pemerasan, pencucian uang, penggelapan dana kuil, dan penerimaan barang hasil kejahatan. Polisi masih mendalami kasus ini, dengan kemungkinan daftar dakwaan akan bertambah seiring munculnya bukti baru. Penyelidikan juga melibatkan pemeriksaan laporan keuangan bank kuil di seluruh Thailand untuk melacak aliran dana yang diduga disalahgunakan.
Skandal "Nona Golf" telah mengguncang fondasi kepercayaan masyarakat Thailand terhadap institusi kebiksuan, yang selama ini menjadi simbol kebajikan dan moralitas. Dengan bukti berupa 80.000 file foto dan video, pencabutan gelar 81 biksu oleh Raja, dan desakan reformasi dari berbagai pihak, kasus ini menjadi titik balik penting bagi Thailand untuk mengevaluasi kembali pengelolaan kuil dan disiplin monastik. Meskipun menyakitkan, skandal ini membuka peluang untuk perubahan menyeluruh demi memulihkan integritas agama Buddha di negeri yang dikenal sebagai "Negeri Buddha."
Siapa Saja Biksu yang Terlibat dan Lepas Jubah?
Pada 18 Juli 2025, menyusul penangkapan Ka Golf, seorang wanita yang terlibat skandal dengan beberapa biksu berpangkat tinggi dari berbagai wihara, dengan bukti yang menunjukkan beberapa biksu bahkan mentransfer uang kepadanya, memicu gelombang biksu senior meninggalkan kebhikkhuan.
Hingga saat ini, 13 biksu telah resmi lepas jubah, dengan yang terbaru adalah Phra Maha Tiwakorn Deeprai, mantan kepala biara Wat Yai Chom Prasat, Provinsi Samut Sakhon, yang lepas jubah setelah menghilang selama 7 hari.
Daftar biksu yang lepas jubah adalah sebagai berikut:
- Phra Thep Wachirapamok (Chao Khun Art) — mantan kepala vihara Wat Tri Thosathep Worawihan — lepas jubah pada tanggal June 29, 2025
- Phra Palad Suraphon — mantan kepala vihara Wat Phrom Kaset, Phitsanulok — lepas jubah pada tanggal July 5, 2025
- Phra Thep Wachirathiraphon (Pradit) — mantan kepala vihara Wat Phra Phutthachai — lepas jubah pada tanggal July 9, 2025
- Phra Thep Wachirathirakhun (Chao Khun Nikorn) — Mantan asisten kepala biara Wat Paknam Phasi Charoen — lepas jubah pada tanggal July 9, 2025
- Phra Maha Boonlert — Mantan biksu penghuni kuil Wat Mai Yai Paen — lepas jubah pada tanggal July 9, 2025
- Phra Khru Siriwiriyathada — Mantan asisten kepala biara Wat Sothonwararam Worawihan, Chachoengsao — lepas jubah pada tanggal July 10, 2025
- Phra Pariyatithada — Mantan asisten kepala biara Wat Kalayanamitr Woramahawihan — lepas jubah pada tanggal July 14, 2025
- Phra Thep Phatcharaporn — mantan kepala vihara Wat Chuchit Thammaram, Ayutthaya — lepas jubah pada tanggal July 14, 2025
- Phra Thep Watcharasitthimethi — mantan kepala vihara Wat Tha Luang dan Mantan kepala biksu provinsi Phichit — lepas jubah pada tanggal July 15, 2025
- Phra Ratcharattanasuthi — Mantan kepala biksu provinsi Phitsanulok — lepas jubah pada tanggal July 16, 2025
- Phra Theppaworamethi (Chao Khun Prasit) — Mantan asisten kepala biara Wat Prayurawongsawat — lepas jubah pada tanggal July 16, 2025
- Phra Khru Sirirattanawichian (Yodpetch) — mantan kepala vihara Wat Tha Bua Thong, Phichit — lepas jubah pada tanggal July 17, 2025
- Phra Maha Tiwakorn Deeprai — mantan kepala vihara Wat Yai Chom Prasat, Samut Sakhon — lepas jubah pada tanggal July 17, 2025
Galeri
Sumber: